Muhammadiyah sebagai satu organisasi Islam terbesar di Indonesia, mempunyai pandangan koprehensif mengenai konsep Ulil Amri, terutama dalam konteks penetapan awal bulan Hijriyah. Tahun 2024 menjadi contoh penting, ketika Muhammadiyah menetapkan 1 Ramadhan 1445 H jatuh pada hari Senin, 11 Maret 2024, berbeda dengan pemerintah yang menetapkannya pada 12 Maret 2024. Ini bukan sekadar perbedaan kalender, tapi juga refleksi pemahaman mendalam tentang Ulil Amri.
Baca Juga: Awal Puasa 2024 Muhammadiyah Tanggal Berapa? Cek Tanggalnya di Sini
Apa Itu Ulil Amri?
Dalam Al-Quran, khususnya dalam QS. An-Nisa ayat 59, Ulil Amri diperintahkan untuk dipatuhi. Kata ini berasal dari bahasa Arab, di mana “uli” adalah plural dari “wali” yang berarti pemilik atau yang menguasai, dan “al-amr” berarti perintah atau urusan. Secara sederhana, Ulil Amri bisa diartikan sebagai orang-orang yang memiliki kekuasaan dalam urusan kemasyarakatan.
Pandangan Tradisional tentang Ulil Amri
Secara tradisional, banyak ahli tafsir seperti Imam Al-Thabari, Imam al-Zamakhsyari, dan Imam al-Syaukani mengartikan Ulil Amri sebagai penguasa politik, seperti Umara, yang memiliki wewenang dalam urusan agama dan negara. Namun, menurut Muhammadiyah pandangan ini telah berkembang dan tidak lagi hanya terbatas pada penguasa politik.
Pandangan Muhammadiyah terhadap Ulil Amri
Menurut Prof. Yunahar Ilyas Rahimahullah dari Muhammadiyah, Ulil Amri memiliki definisi yang lebih luas, mencakup pemegang kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif, serta para ulama dan pemimpin masyarakat. Ini diperkuat dalam fatwa Tarjih Muhammadiyah yang menyatakan bahwa dalam konteks bernegara, Ulil Amri adalah pemerintah, namun dengan batasan bahwa ketaatan kepada pemerintah hanya sepanjang tidak menyalahi syariat Allah.
Ulil Amri dan Penetapan Awal Bulan Hijriyah
Perbedaan pendapat antara Muhammadiyah dan pemerintah dalam menentukan awal Ramadhan adalah contoh konkrit dari pemahaman Ulil Amri ini. Menurut Muhammadiyah, urusan keagamaan, khususnya ibadah mahdlah, seharusnya diputuskan oleh lembaga yang memiliki kompetensi dan otoritas dalam bidang tersebut, bukan oleh penguasa politik. Oleh karena itu, mereka mengandalkan metode hisab mereka sendiri untuk menentukan awal bulan Hijriyah.
Kesimpulan
Pandangan Muhammadiyah tentang Ulil Amri menunjukkan kompleksitas pemahaman agama dalam konteks sosial-politik modern. Ulil Amri tidak hanya terbatas pada penguasa politik, tapi juga mencakup berbagai pemimpin masyarakat dan keagamaan yang memiliki wewenang dalam bidangnya masing-masing. Dalam konteks penetapan awal bulan Hijriyah, Muhammadiyah menunjukkan kemandirian dalam menginterpretasikan ajaran agama, sekaligus menghormati prinsip-prinsip demokrasi dan pluralisme.
Muhammadiyah, dengan pemahaman Ulil Amri ini, menawarkan perspektif yang berbeda dalam memahami hubungan antara agama dan negara, sekaligus menegaskan pentingnya kebebasan beragama dan menghormati perbedaan pendapat dalam masyarakat yang plural.
Ulil Amri Dalam Menentukan Awal Ramadhan
Dalam konteks penetapan awal bulan Hijriyah khususnya Ramadhan, Muhammadiyah menunjukkan kemandirian dalam metodenya. Muhammadiyah memilih metode Hisab Hakiki Wujudul Hilal sebagai dasar dalam menentukan awal bulan dalam kalender Hijriyah. Metode Hisab dipilih sebagai cara untuk memberikan pencerahan dan kepastian bagi umat Islam, khususnya warga Muhammadiyah.
Baca Juga: 9 Alasan Utama Muhammadiyah Memilih Hisab
Jadi, pandangan Muhammadiyah tentang Ulil Amri dan pemilihan metode Hisab dalam penetapan awal bulan Hijriyah mencerminkan kompleksitas pemahaman agama dalam konteks sosial-politik modern, serta komitmen Muhammadiyah untuk memberikan arahan dan kepastian kepada umat Islam khususnya warga Muhammadiyah.