TarjihMu – Dalam konteks pemilihan umum, praktik suap (risywah) seringkali menjadi sorotan, khususnya dalam tradisi pemilihan kepala desa di Indonesia. Kajian tentang risywah ini tidak hanya relevan dari sudut pandang hukum negara tetapi juga dalam perspektif agama, khususnya Islam. Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah merinci pandangan ini dalam buku “Fikih Antikorupsi Perspektif Ulama Muhammadiyah”, yang menyelidiki korupsi secara umum, termasuk tindak pidana korupsi dalam pemilihan kepala desa.
Definisi Suap dalam Bahasa dan Islam
Suap atau risywah dalam bahasa Arab berasal dari rasya-yarsyu, yang memiliki arti beragam, seperti dijelaskan dalam Lisan al-Arab. Terjemahan umumnya adalah pemberian atau hadiah yang bertujuan menghubungkan penyuap (ar-raasyii) dengan penerima suap (al-murtasyi) melalui berbagai rekayasa. Dalam konteks pemilihan kepala desa, perilaku seperti membagikan uang untuk mempengaruhi pilihan pemilih masuk dalam kategori ini.
Pandangan Islam terhadap Suap (Risywah)
Dalam Islam, risywah dinyatakan haram, didukung oleh berbagai dalil dalam Al-Qur’an dan Hadis. Surah Al-Maidah (5:42) menggambarkan mereka yang memakan harta haram, termasuk risywah, sebagai pendengar berita bohong.
سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ أَكَّالُونَ لِلسُّحْتِ
Artinya: “Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram.” (QS. al-Maidah: 42)
Hadis dari Umar radhiyallahu ‘anhu, riwayat Ibnu Jarir, menggambarkan bahwa daging yang tumbuh dari harta haram (as-suht), seperti risywah, layak untuk neraka.
عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عنْهُعَنِ النَبِيِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ كُلُّ لَحْمٍ نَبَتَ بِالسُّحْتِ فَالنَّارُ أَوْلَى بِهِ قَالُوْا : يَا رَسُوْلَ اللهِ وَمَا السُّحْتُ ؟ قَالَ الرِّشْوَةُ فِى الْحُكْمِ
Artinya: “Diriwayatkan dari Umar radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sesungguhnya beliau bersabda: Setiap daging yang tumbuh dari barang yang haram (as-suht), nerakalah yang paling layak untuknya. Mereka bertanya: Hai Rasulullah, apa barang haram (as-suht) yang dimaksud? Beliau menjawab: Suap dalam perkara hukum.” (HR. Ibnu Jarir)
Hadis lain dari Abdullah bin Amr, riwayat Ahmad, menyebutkan bahwa Allah melaknat penyuap dan yang menerima suap.
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ: لَعَنَ اللهَ الرَّاشِي وَ الْمُرْتَشِي
Artinya: “Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Allah Melaknat penyuap dan yang disuap.” (HR. Ahmad)
Regulasi Indonesia terhadap Suap
Indonesia, sebagai negara hukum, juga memiliki regulasi terkait larangan suap. Undang-undang No. 11 tahun 1980 pasal 2 dan 3 mengatur sanksi bagi penyuap dan penerima suap, dengan hukuman penjara dan denda.
Dampak Negatif Suap (Risywah)
Suap (Risywah) tidak hanya melanggar hukum dan prinsip agama tetapi juga berdampak negatif pada moral masyarakat. Praktik ini menciptakan masyarakat munafik, menumbuhkan budaya menjilat dan mengajar masyarakat untuk berbohong.
Sikap yang Harus Dilakukan
Sikap yang harus diambil adalah menolak uang suap dan tidak terpengaruh oleh ejekan atau pandangan miring dari orang lain. Kesadaran kolektif untuk menolak suap adalah langkah penting dalam memperkuat integritas dan kebenaran di antara manusia.
Kesimpulan
Praktik suap (risywah), khususnya dalam konteks pemilihan kepala desa, daerah, legislatif dan presiden adalah tindakan yang dilarang baik dalam hukum negara maupun ajaran Islam. Edukasi masyarakat dan penegakan hukum menjadi kunci dalam memerangi korupsi dan suap di Indonesia.
Wallahu a’lam bish-shawaab.
Sumber Referensi:
– https://fatwatarjih.or.id/hukum-suap-risywah-pada-saat-pemilu/
– Majalah Suara Muhammadiyah, No. 01, 2014