MasjidMu – Muhammadiyah, sebuah organisasi Islam yang berdiri sejak tahun 1912 di Indonesia, telah menjadi topik perbincangan yang menarik, terutama dalam konteks pendekatan keagamaannya terhadap mazhab. Dalam konteks ini, madzhab merujuk pada empat imam besar dalam fikih Islam, yakni Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali. Namun, Muhammadiyah memiliki pendekatan yang berbeda, yakni tidak terikat pada salah satu madzhab tertentu.
Artikel ini mengulas fatwa tarjih yang menjelaskan kenapa Muhammadiyah tidak bermazhab dan bagaimana persyarikatan ini memandang pentingnya mengacu pada Al-Quran dan As-Sunnah sebagai sumber hukum utama.
Menapa Muhammadiyah Tidak Bermazhab?
Pendekatan Muhammadiyah yang tidak mengikat diri kepada suatu madzhab tertentu didasarkan pada salah satu pokok Manhaj Majlis Tarjih Muhammadiyah yang berbunyi “Tidak mengikat diri kepada suatu madzhab, tetapi pendapat-pendapat madzhab dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menetapkan hukum, sepanjang sesuai dengan jiwa al-Quran dan as-Sunnah atau dasar-dasar lain yang dipandang kuat”.
Hal ini tidak berarti Muhammadiyah anti dengan mazhab, melainkan lebih kepada pemahaman bahwa pendapat para imam mazhab tidak memiliki kebenaran mutlak sejajar dengan Al-Quran dan As-Sunnah ash-Shahihah. Pendapat para imam mazhab sangat dipengaruhi oleh kondisi dan konteks pada masa mereka hidup, yang mungkin tidak selalu relevan dengan kondisi masa kini.
Muhammadiyah memfokuskan pada pemahaman agama yang bersumber langsung dari Al-Quran dan As-Sunnah. Hal ini selaras dengan hadis yang diriwayatkan oleh Malik bin Anas dalam kitab al-Muwattha’,
عَنْ مَالِكٍ بْنِ أَنَسٍ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا : كِتَابِ اللهِ وَسُنَّةِ رَسُولِهِ. [رواه مالك في الموطأ]
Artinya: “Diriwayatkan dari Anas bin Malik berkata, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Aku telah meninggalkan kepadamu sekalian dua perkara, tidak akan tersesat kamu selama berpegang teguh dengan keduanya yaitu Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya”.
Pendekatan Muhammadiyah juga sesuai dengan ucapan Imam Ahmad Bin Hanbal, yang menyarankan umat Islam untuk tidak taqlid (mengikuti secara buta) kepada dirinya atau imam-imam madzhab lainnya, tetapi mengikuti sumber yang sama dari mana para imam tersebut mengambil ilmu mereka, yaitu Al-Quran dan As-Sunnah.
لاَ تَقَلَّدْنِي وَلاَ تَقَلَّدْ مَالِكًا وَلاَ الشَّافِعِي وَلاَ اْلأَوْزَاعِي وَلاَ الثَّوْرِي وَخُذْ مِنْ حَيْثُ أَخَذُوا .[ابن القيم في إعلام الموقعين]
Artinya: “Janganlah engkau taqlid kepadaku, demikian juga kepada Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Auza’i dan Imam ats-Tsauri. Namun ambillah (ikutilah) darimana mereka (para Imam itu) mengambil (yaitu al-Quran dan as-Sunnah)”.
Dengan demikian, Muhammadiyah tidak menolak pendapat para Imam Fuqaha, melainkan menghormati mereka dengan mengikuti metode dan jalan hidup yang mereka anut, serta melaksanakan pesan-pesan mereka untuk tidak bertaqlid. Muhammadiyah menekankan pentingnya menggali pandangan dari sumber asli yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sahih.
Muhammadiyah, dengan pendekatannya ini, berupaya membawa umat Islam kembali kepada sumber asli ajaran Islam, mengurangi ketergantungan pada interpretasi manusia yang bisa bersifat subjektif dan terikat oleh waktu serta tempat. Dengan demikian, organisasi ini berperan penting dalam mengajak umat Islam untuk kembali kepada esensi ajaran Islam yang autentik dan murni.
Wallahu a’lam bishshawab.
Sumber:
https://fatwatarjih.or.id/mengapa-muhammadiyah-tidak-bermadzhab/
Majalah Suara Muhammadiyah, No. 17, 2008