Klik Gambar 👆🏻 Selengkapnya

Bolehkah Mengucapkan Selamat Natal? Ini Pandangan Muhammadiyah

Mendekati perayaan Natal, sering kali muncul pertanyaan di kalangan umat Islam, termasuk warga Muhammadiyah: Bolehkah mengucapkan selamat Natal? Dalam artikel ini, kita akan membahas pandangan Muhammadiyah, berdasarkan fatwa Majelis Tarjih, serta fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), untuk memberikan pemahaman yang jelas mengenai hukum ini.

Dasar Pandangan Muhammadiyah

Majelis Tarjih Muhammadiyah dalam Tanya Jawab Agama Jilid II dan menimbang fatwa MUI dalam fatwanya menekankan pentingnya menjaga kemurnian aqidah. Interaksi dengan umat agama lain diperbolehkan dalam kehidupan sosial, sebagaimana diajarkan dalam Al-Qur’an, seperti Q.S. Al Hujurat ayat 13 dan Al Mumtahanah ayat 8, yang menekankan pentingnya hidup berdampingan secara damai.

Namun, batasan tegas diberikan dalam hal ibadah. Dalam Q.S. Al Kafirun ayat 1-6, umat Islam diperintahkan untuk tidak mencampuradukkan aqidah atau mengikuti ritual keagamaan agama lain. Dengan demikian, Muhammadiyah dan MUI sepakat bahwa menjaga keutuhan aqidah adalah prioritas utama.

Pandangan tentang Mengucapkan Selamat Natal

MUI dalam fatwanya menyarankan umat Islam untuk tidak mengucapkan “Selamat Hari Natal.” Pandangan ini didasarkan pada prinsip kehati-hatian (ihtiyat), sesuai dengan hadis Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam: “Halal dan haram itu jelas, dan di antaranya terdapat perkara yang syubhat, yang tidak diketahui oleh banyak orang.” (HR. Muslim).

Kaedah fiqhiyyah juga mengajarkan bahwa “Menolak kerusakan lebih didahulukan daripada menarik kemaslahatan.” Oleh karena itu, mengucapkan selamat Natal dianjurkan untuk dihindari demi menjaga kemurnian aqidah.

Fatwa Tarjih Muhammadiyah Terkini

Majelis Tarjih Muhammadiyah menyarankan untuk tidak mengucapkan selamat Natal. Dalam Suara Muhammadiyah No. 5 Tahun 2020, disampaikan bahwa membantu dalam konteks sosial, seperti menata kursi dalam perayaan Natal di kantor, dianggap boleh selama tidak melibatkan ritual keagamaan.

Baca Juga: Hukum Mengucapkan Selamat Natal Menurut Muhammadiyah

Pandangan ini menunjukkan fleksibilitas Muhammadiyah dalam muamalah (interaksi sosial), dengan tetap menjaga prinsip aqidah. Dalam kondisi tertentu, seperti ketika umat Islam hidup sebagai minoritas, mengucapkan selamat Natal mungkin dianggap boleh sebagai bentuk toleransi. Namun, jika hubungan harmonis sudah terjalin tanpa perlu ucapan tersebut, maka menghindarinya adalah pilihan yang lebih baik.

Konteks Sosial dan Pendekatan Al-Jam’u wat Taufiq

Muhammadiyah juga mengadopsi pendekatan al-jam’u wat taufiq (menggabungkan dan menyelaraskan) dalam menjawab persoalan ini. Pendekatan ini mempertimbangkan konteks sosial:

  1. Jika hidup di lingkungan mayoritas Muslim, menjaga aqidah dengan tidak mengucapkan selamat Natal adalah lebih baik.
  2. Jika hidup di lingkungan minoritas, di mana tidak mengucapkan selamat Natal dapat menimbulkan masalah sosial, maka ucapan tersebut dapat disesuaikan sebagai bentuk toleransi.

Kesimpulan

Jawaban atas pertanyaan “Bolehkah mengucapkan selamat Natal?” bergantung pada konteks sosial dan situasi. Muhammadiyah dan MUI menyarankan kehati-hatian untuk menjaga aqidah. Namun, Islam juga mengajarkan pentingnya toleransi dan keharmonisan sosial.

Sebagai umat Islam, memahami konteks dan prinsip aqidah adalah kunci untuk bersikap bijak. Dengan begitu, kita dapat menjalani kehidupan yang harmonis tanpa melupakan identitas dan nilai-nilai keislaman kita, atau bisa diubah mejadi selamat libur Saudaraku.

Sumber Referensi:

  1. Artikel “Hukum Mengucapkan Selamat Natal” yang diterbitkan di situs Fatwa Tarjih
  2. Fatwa Majelis Tarjih PP Muhammadiyah, sebagaimana tercantum dalam buku Tanya Jawab Agama Jilid 2 yang diterbitkan oleh Suara Muhammadiyah, Cetakan VI tahun 2003, halaman 209-210.
  3. Artikel “Hukum Mengucapkan Selamat Hari Natal kepada Umat Kristen” yang diterbitkan di situs resmi Muhammadiyah
Share:
Cropped Cropped Masjidmuhammadiyah.com .jpg

Redaksimu

Portal Media Masjid Muhammadiyah Berkemajuan