MasjidMu – Masjid Al-Dakwah Geluran menggelar nonton bareng (Nobar) debat kandidat calon presiden dan calon wakil presiden pemilu 2024 pada Ahad, 21 Januari 2024. Debat betema ‘Pembangunan Berkelanjutan, Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup, Energi, Pangan, Agraria, Masyarakat Adat, dan Desa’, bukan hanya sekadar acara tayangan hiburan, melainkan ajang pendidikan politik berkemajuan bagi warga negara.
Debat keempat sesi cawapres yang digelar oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjadi sorotan utama. Ini bukan hanya tentang siapa yang memiliki retorika paling meyakinkan, melainkan menilai dan menimbang tentang karakter, kapasitas, dan etika seorang pemimpin. Sebagai pemilih yang berakal, kita dituntut untuk tidak hanya terpukau oleh gaya panggung, melainkan untuk memilah dan memilih pemimpin yang benar-benar menjadi teladan.
Abu Hamka sebagai salah satu jamaah yang hadir dalam nobar debat cawapres tadi malam, mencatat bahwa debat tersebut membuka mata kita terhadap kualitas etika seorang pemimpin. Salah satu pasangan cawapres mendapatkan kritik tajam dari para pengamat terkait etika dan sikapnya dalam debat. Ini menggugah pertanyaan serius terkait kelayakan moral dan integritas mereka ketika diberi amanah kelak. Etika bukanlah sekadar nilai tambah; ini adalah landasan moral yang harus dimiliki setiap pemimpin.
“Dari debat cawapres tadi malam kita disadarkan pentingnya adab dan keteladanan pemimpin Indonesia kedepan, kita bisa menilai mana calon pemimpin yang kapasitasnya berbicara tentang substansi, dan mana yang hanya bermain gimick recehan di atas panggung, serta jauh dari etika seorang Pemimpin. Hal ini menjadi catatan penting bahwa Indonesia kedepan butuh teladan dari seorang Pemimpin yang mampu membawa perubahan.” ujar Abu Hamka.
Etika bukan hanya tentang tampilan, tetapi juga tentang standar moral yang menjadi panduan pengambilan keputusan seorang pemimpin. Dalam konteks kepemimpinan, etika menciptakan batasan yang jelas antara tindakan yang benar dan yang salah. Dengan memiliki pemimpin yang etis, kita tidak hanya membentuk karakter bangsa yang kuat, tetapi juga menciptakan praktik bernegara yang berintegritas.
Kepemimpinan etis menciptakan iklim politik yang sehat, di mana keputusan-keputusan diambil berdasarkan pertimbangan moral dan keadilan. Inilah fondasi dari sebuah negara yang beretika. Masyarakat berharap agar pemilihan pemimpin tidak hanya berfokus pada visi dan misi, tetapi juga pada karakter dan etika yang dimiliki oleh setiap calon pemimpin.
Reputasi suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh pemimpin yang dipilih oleh rakyatnya. Pemimpin yang adil, berani, transparan, dan beretika akan meningkatkan citra negara di mata dunia. Oleh karena itu, sebagai warga negara, kita memiliki tanggung jawab untuk memilih pemimpin yang dapat memajukan bangsa ini ke arah yang lebih baik.
Keterlibatan aktif warga negara dalam proses demokrasi tidak hanya mencakup memberikan suara dalam pemilu, tetapi juga melibatkan diri dalam evaluasi konstan terhadap kinerja para pemimpin terpilih. Dengan begitu, kita dapat memastikan bahwa Indonesia memiliki pemimpin yang bukan hanya mampu membawa perubahan positif, tetapi juga menjadi teladan bagi generasi mendatang. Hanya dengan begitu, Indonesia akan melangkah menuju masa depan yang lebih baik dan lebih berkeadilan untuk seluruh rakyatnya.