KabarMu – Pimpinan Pusat Muhammadiyah melalui Sekretaris Umum Abdul Mu’ti menyoroti dugaan larangan penggunaan jilbab bagi anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) Nasional. Abdul Mu’ti dengan tegas mengecam tindakan tersebut dan menilai larangan ini sebagai pelanggaran serius terhadap prinsip-prinsip dasar Pancasila serta kebebasan beragama yang dijamin oleh konstitusi.
“Jika benar terjadi larangan penggunaan jilbab bagi anggota Paskibraka, hal ini sangat bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan kebebasan beragama yang merupakan hak setiap individu di negara ini,” ujar Mu’ti dalam pesan singkat kepada CNNIndonesia.com pada Rabu (14/8).
Abdul Mu’ti menyatakan bahwa larangan semacam ini merupakan bentuk pemaksaan yang tidak dapat diterima. Ia menekankan bahwa panitia pelaksana upacara harus segera mencabut larangan tersebut. “Panitia harus mencabut larangan itu karena itu merupakan tindakan diskriminatif dan bertentangan dengan hak asasi manusia,” tegasnya.
Kabar mengenai larangan ini pertama kali mencuat setelah foto resmi anggota Paskibraka Nasional 2024 tersebar di media sosial. Dalam foto tersebut, tidak terlihat satu pun anggota yang mengenakan jilbab, meskipun beberapa dari mereka diketahui berhijab dalam kehidupan sehari-hari. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran dan protes dari berbagai kalangan, termasuk dari Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia.
Mengutip laporan Republika.com, bahwa pada upacara peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan RI ke-79 yang akan dilaksanakan di Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur, pada 17 Agustus 2024, 18 delegasi Paskibraka Nasional diharuskan melepaskan jilbabnya saat bertugas mengibarkan bendera pusaka. Langkah ini dinilai oleh banyak pihak sebagai tindakan yang tidak menghormati keberagaman dan kebebasan beragama, yang seharusnya dijunjung tinggi oleh setiap elemen bangsa, terutama dalam momen-momen penting seperti perayaan kemerdekaan.
Abdul Mu’ti mengingatkan bahwa Indonesia adalah negara dengan keanekaragaman budaya dan agama yang harus dihargai dan dijaga. “Keberagaman ini adalah kekayaan bangsa yang harus dijaga dan dihormati oleh semua pihak, termasuk oleh panitia pelaksana upacara kenegaraan,” tambahnya.
Polemik terkait jilbab dalam institusi negara memang bukan kali ini saja terjadi. Sebelumnya, isu serupa juga pernah mencuat dalam berbagai kesempatan, yang menunjukkan bahwa masalah ini masih menjadi perdebatan di tengah masyarakat. Muhammadiyah sebagai organisasi yang memperjuangkan nilai-nilai keislaman dan kebangsaan, berharap agar kasus ini bisa menjadi pembelajaran bagi semua pihak untuk lebih menghargai hak-hak individu dan kebebasan beragama dalam konteks kebangsaan yang lebih luas.
Saat ini, publik menanti respons dari pihak terkait, terutama dari panitia pelaksana upacara HUT Kemerdekaan RI ke-79 di Ibu Kota Nusantara. Harapannya, segala bentuk diskriminasi dapat dihapuskan, dan setiap warga negara dapat menjalankan keyakinannya dengan bebas, tanpa tekanan atau paksaan dari pihak manapun.
Kasus ini juga menjadi pengingat bahwa semangat kebangsaan yang dirayakan dalam setiap peringatan Hari Kemerdekaan, seharusnya tidak hanya berupa seremonial semata, tetapi juga diwujudkan dalam sikap menghargai hak asasi manusia dan kebebasan beragama, yang merupakan pilar utama dalam membangun Indonesia yang adil dan beradab.