Manhaj Tarjih Muhammadiyah tidak hanya merefleksikan komitmen mendalam terhadap pemahaman agama Islam yang otentik dan kontemporer, tetapi juga menandai pendekatan berkemajuan dalam praktek ijtihad. Dalam konteks ini, Manhaj Tarjih merujuk pada metodologi yang dikembangkan oleh Muhammadiyah, untuk menginterpretasikan ajaran Islam. Manhaj ini menekankan pentingnya pemikiran kritis dan analisis yang mendalam dalam memahami hukum dan ajaran Islam.
Pengertian dan Asas Manhaj Tarjih
Ijtihad, dalam konteks Manhaj Tarjih, diartikan sebagai proses mendalam dalam menggali ajaran Islam, mencakup bidang hukum, aqidah, filsafat, tasawwuf, dan disiplin ilmu lain, berlandaskan pada wahyu. Proses ijtihad ini dilakukan dengan pendekatan tertentu yang berakar pada prinsip-prinsip Islam, memastikan bahwa interpretasi dan aplikasi hukum selaras dengan Maqāshid asy-Syarī’ah, yakni memelihara kemaslahatan umat manusia.
Kedudukan dan Fungsi Majelis Tarjih
Majelis Tarjih Muhammadiyah, sebagai lembaga ijtihad organisatoris, memegang peranan penting dalam proses tarjih. Lembaga ini terdiri dari individu-individu berkompeten dalam bidang ushul fiqh dan ilmu terkait lainnya, bertugas melakukan analisis hukum Islam dengan menetapkan dalil yang lebih kuat (rājih) berdasarkan kajian mendalam.
Prinsip-Prinsip Manhaj Tarjih
Dalam menerapkan Manhaj Tarjih, beberapa prinsip utama dikedepankan, seperti:
- Ittibā‘ dan Taqlid: Dalam Muhammadiyah, ittibā‘, mengikuti pemikiran ulama dengan memahami dalil dan argumentasinya, lebih diprioritaskan daripada taqlid, yaitu mengikuti tanpa mengetahui dalilnya. Taqlid tidak dibenarkan dalam organisasi ini.
- Talfīq: Praktik menggabungkan berbagai pendapat dalam satu perbuatan syar’i diperbolehkan, asalkan telah melalui proses tarjih yang ketat.
- As-Sunnah al-Maqbūlah: Manhaj ini mengakui sunnah yang dianggap sahih dan hasan sebagai dasar hukum, menegaskan pentingnya penelitian kritis terhadap sumber hadis.
- Ta’abbudī vs Ta‘aqquli: Dibedakan antara ibadah yang bersifat ta’abbudi (harus dilakukan tanpa penambahan atau pengurangan) dan ibadah ta‘aqquli (dapat dianalisis secara rasional).
Sumber Hukum dalam Manhaj Tarjih
Sumber utama hukum bagi Muhammadiyah adalah al-Qur’an dan as-Sunnah al-Maqbūlah. Dalam hal ini, majelis Tarjih memberikan penekanan pada Qath’iyyul-wurūd dan Qath’iyyud-dalālah, yang menandakan nash dengan kepastian tinggi dalam aspek penerimaan dan maknanya. Sementara itu, Zhanniyyul-wurūd dan Zhanniyyud-dalālah, yang kurang pasti, membutuhkan analisis lebih mendalam.
Tajdid dalam Manhaj Tarjih
Tajdid, atau pembaharuan, dalam Manhaj Tarjih memiliki dua dimensi: tajdid salafi (pemurnian) dan tajdid tathwīrī (pengembangan). Ini mencerminkan keseimbangan antara mempertahankan tradisi dan beradaptasi dengan perubahan zaman.
Penerapan dalam Konteks Kontemporer
Manhaj Tarjih Muhammadiyah secara aktif menerapkan pendekatan ijtihad dalam berbagai isu kontemporer, baik dalam bidang teknologi, filsafat, tasawwuf, hukum, maupun disiplin ilmu lain. Ini mencerminkan upaya organisasi dalam menjawab tantangan zaman dengan tetap berpegang pada prinsip-prinsip Islam.
Penutup
Manhaj Tarjih Muhammadiyah menawarkan sebuah model ijtihad yang dinamis, adaptif, dan responsif terhadap kebutuhan umat Islam masa kini. Dengan memadukan kekayaan tradisi Islam dengan pendekatan analitis modern, Manhaj ini memperkaya wacana keislaman dan menunjukkan bagaimana Islam dapat terus berkembang secara sehat dalam menghadapi tantangan zaman.