Menjelang bulan Ramadhan, kita sering mendengar tentang metode hisab dan rukyat dalam penentuan awal bulan Hijriyah, terutama Ramadhan dan Syawal. Kedua metode ini memiliki perbedaan mendasar yang penting untuk dipahami. Mari kita pahami lebih dalam apa itu metode hisab dan rukyat serta perbedaan keduanya.
Apa Itu Rukyat dan Hisab?
Rukyat berasal dari kata “melihat” dalam bahasa Arab. Dalam konteks penentuan awal bulan, rukyat berarti melihat hilal atau bulan baru di ufuk, baik dengan mata telanjang atau menggunakan alat bantu seperti teropong. Metode rukyat menekankan pentingnya pengamatan visual langsung terhadap hilal untuk menentukan awal bulan Ramadhan.
Sementara itu, Hisab bermakna “menghitung”. Dalam metode ini, penentuan awal bulan bergantung pada perhitungan ilmu falak atau astronomi. Hisab tidak mengharuskan pengamatan langsung hilal, melainkan berfokus pada perhitungan matematis dan astronomis untuk menentukan kemunculan hilal. Hisab memungkinkan penentuan awal bulan di masa yang akan datang dengan perhitungan yang sudah ada.
Perbedaan Mendasar antara Rukyat dan Hisab
Perbedaan utama antara rukyat dan hisab terletak pada cara penentuan awal bulan. Rukyat mengandalkan pengamatan langsung, sementara hisab berbasis perhitungan ilmiah. Perbedaan ini tidak hanya terkait teknis, tetapi juga berakar pada interpretasi teologis dan pemahaman hadis.
Dalam catatan Ibnu Rusyd dalam “Bidayat al-Mujtahid wa Nihayat al-Muqtashid”, tercatat perbedaan pendapat ulama sejak era sahabat nabi dan tabiin. Ibnu Umar, misalnya, memegang metode rukyat, sedangkan Mutharrif bin Syikhir cenderung menggunakan hisab.
Dalil Hadist tentang Rukyat dan Hisab
Hadist Nabi Muhammad SAW yang menjadi acuan dalam masalah ini berbunyi:
“Berpuasalah kalian dengan melihatnya (hilal) dan berbukalah dengan melihatnya pula. Apabila kalian terhalang oleh awan (mendung), maka sempurnakanlah jumlah bilangan hari bulan Syaban menjadi tiga puluh.” (HR Bukhari)
Sebagian ulama berpendapat bahwa metode rukyat harus diikuti secara literal, yaitu harus melihat hilal secara langsung. Namun, jika kondisi tidak memungkinkan, maka bulan Syaban digenapkan menjadi 30 hari, karena kalender Hijriyah tidak melebihi 30 hari.
Di sisi lain, ulama yang mendukung hisab menilai bahwa dengan berkembangnya ilmu matematika dan astronomi, perhitungan posisi hilal bisa menjadi alternatif yang efektif tanpa perlu pengamatan langsung.
Polemik Penentuan Ramadan dan Syawal
Pemahaman hadis ini juga berpengaruh pada penentuan awal Ramadan dan Syawal. Peryarikatan Muhammadiyah menganggap hadis tersebut memiliki konteks dan alasan (ilat) tertentu. Mereka berpendapat bahwa analisis kausasi (ta’lili) harus diterapkan untuk memahami alasan Nabi menggunakan rukyat, terutama mengingat kondisi komunitas Muslim saat itu yang terbatas dan tidak memiliki sarana penghitungan canggih.
Pendekatan ini mengindikasikan bahwa rukyat pada waktu itu adalah metode yang paling memungkinkan, namun dengan kemajuan ilmu pengetahuan, khususnya astronomi, metode hisab menjadi alternatif yang layak. Umat Islam kini bisa melakukan penghitungan posisi bulan dan matahari dengan sangat akurat untuk ratusan tahun ke depan.
Rukyat sebagai Metode
Menurut hadis, rukyat digunakan sebagai instrumen penentuan awal bulan, tapi bukan bagian dari ibadah mahdlah. Dengan demikian, mengganti rukyat dengan hisab dianggap hanya mengganti alat penentuan, bukan mengubah substansi ibadah puasa Ramadan atau Idul Fitri.
Baca Juga: Awal Puasa 2024 Muhammadiyah Tanggal Berapa? Cek Tanggalnya di sini
Dalam konteks organisasi seperti Muhammadiyah, ulil amri dalam penetapan awal bulan Hijriyah adalah surat maklumat dari Pimpinan Pusat. Seperti pada tahun 2024, Muhammadiyah menetapkan 1 Ramadhan 1445 Hijriyah berdasarkan perhitungan metode hisab hakiki wujudul hilal.
Kesimpulan
Baik metode rukyat maupun hisab merupakan hasil ijtihad ulama dalam menginterpretasikan sumber-sumber islam yang shahih. Tidak ada satu metode yang lebih benar daripada yang lain, karena keduanya merupakan upaya untuk mencapai tujuan yang sama: menentukan awal bulan dalam kalender Hijriyah dengan sebaik-baiknya. Pemilihan metode tergantung pada interpretasi, kondisi, dan sarana yang tersedia. Sesuai sabda Nabi, bagi seorang mujtahid yang benar mendapat dua pahala, dan jika keliru, tetap mendapatkan satu pahala.
Muhammadiyah dan Metode Hisab
Meskipun tidak diragukan bahwa Nabi Muhammad SAW menggunakan rukyat untuk menentukan awal bulan kamariah, dan para ulama mazhab telah sepakat bahwa melihat hilal adalah salah satu syarat masuknya bulan Ramadan, lantas mengapa Muhammadiyah malah menggunakan hisab?
Muhammadiyah memiliki 9 alasan mengapa Muhammadiyah memilih Hisab, alasan ini merupahkan dasar dan komitmen Muhammadiyah dalam memberikan arahan bagi umat Islam khususnya warga Muhammadiyah dalam kalender islam. Dengan menggunakan metode hisab hakiki wujudul hilal, Muhammadiyah menegaskan tekad Islam Berkemajuan dalam memberikan pencerahan dan kepastian bagi umat.