Dalam peradaban manusia, masjid telah lama berdiri sebagai pusat ibadah, pendidikan, dan diskusi intelektual. Namun, di tengah kemajuan zaman dan kompleksitas permasalahan yang dihadapi umat manusia, masjid dituntut untuk tidak hanya menjadi tempat melaksanakan ritual ibadah semata. Salah satu aspek penting yang perlu mendapat perhatian lebih dalam pengembangan intelektual dan spiritual umat adalah penyelenggaraan kajian filsafat. Masjid Jenderal Sudirman (MJS) di Yogyakarta, dengan Ngaji Filsafatnya, telah menunjukkan bagaimana filsafat dapat menjadi sarana efektif untuk melatih nalar dan memperdalam pemahaman keagamaan dalam konteks yang lebih luas.
Filsafat, seringkali disalahpahami sebagai disiplin ilmu yang abstrak dan sulit dipahami, pada hakikatnya adalah upaya untuk berpikir secara kritis dan mendalam tentang berbagai aspek kehidupan. Di MJS, Ngaji Filsafat tidak hanya mengajarkan tentang pemikiran-pemikiran filsafat secara teoritis, tetapi juga bagaimana menerapkannya dalam konteks kehidupan sehari-hari, termasuk dalam pemahaman dan praktik keagamaan. Ini merupakan sebuah inovasi yang membawa angin segar dalam pembelajaran di masjid, di mana kajian-kajian biasanya lebih cenderung fokus pada aspek fiqih, akidah, dan tafsir.
Mengapa Masjid Perlu Menyelenggarakan Kajian Filsafat?
Pertama, karena filsafat melatih kita untuk berpikir secara kritis dan sistematis. Dalam era post-truth seperti sekarang, di mana informasi yang tidak berdasar seringkali disajikan seolah-olah kebenaran, kemampuan untuk memilah dan memilih informasi dengan bijak menjadi sangat penting. Ngaji Filsafat di MJS menunjukkan bagaimana filsafat yang dipandu oleh wahyu dapat menjadi alat untuk memperkuat kemampuan berpikir kritis ini, sekaligus memperdalam pemahaman tentang nilai-nilai keagamaan.
Kedua, filsafat membantu memperluas wawasan dan pemahaman kita tentang dunia. Dalam kajian filsafat, kita diajak untuk mengeksplorasi berbagai pemikiran dan ide dari berbagai zaman dan budaya, yang pada gilirannya dapat membantu kita memahami keberagaman dan kompleksitas dunia ini. Hal ini sangat relevan dengan konteks keagamaan, di mana pemahaman yang mendalam dan inklusif tentang agama dapat mendorong toleransi dan keharmonisan antar umat beragama.
Ketiga, filsafat memperkaya spiritualitas. Melalui kajian filsafat, kita diajak untuk merenungkan pertanyaan-pertanyaan besar tentang kehidupan, kematian, keberadaan Tuhan, dan tujuan hidup manusia. Pertanyaan-pertanyaan ini, ketika direnungkan dengan serius, dapat membawa kita pada pemahaman yang lebih dalam tentang diri sendiri dan hubungan kita dengan Sang Pencipta. Di MJS, filsafat disajikan dalam “kemasan kesujudan,” di mana pemikiran filsafat dibingkai sebagai tangga pemahaman untuk semakin mendekatkan diri kepada Tuhan.
Masjid dan Program Progresif
Inisiatif seperti Ngaji Filsafat di MJS membuka jalan bagi masjid lain untuk mengadopsi pendekatan serupa dalam menyelenggarakan kajian-kajian mereka. Dengan mengintegrasikan filsafat ke dalam kurikulum pembelajaran di masjid, kita tidak hanya melatih nalar umat, tetapi juga memperkaya spiritualitas mereka. Ini adalah langkah penting dalam menjawab tantangan zaman dan mempersiapkan umat yang tidak hanya kuat secara spiritual, tetapi juga berpikir kritis, terbuka, dan bijaksana dalam menghadapi berbagai permasalahan kehidupan.
Ngaji Filsafat di MJS menunjukkan bahwa filsafat dan keagamaan bukanlah dua ranah yang terpisah, melainkan dua sisi mata uang yang sama yang saling melengkapi. Melalui kajian filsafat yang dipandu oleh wahyu, masjid dapat menjadi pusat pembelajaran yang melahirkan umat yang intelektual, spiritual, dan siap menghadapi tantangan zaman dengan kebijaksanaan dan keimanan yang kuat.
Wallahu ‘alam
Bagus Setiawan
Relawan Masjid Al-Dakwah